LAPORAN
ANALISA KADAR PROTEIN IKAN MAS
ANALISA KADAR PROTEIN IKAN MAS
ELFIAN PERMANA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Setiap Manusia hidup memerlu
protein hewani dan nabati kurang lebih 1 gram per kg berat badan.protein
sangat dibutuhkan oleh manusia karena berguna bagi pertumbuhan tubuh juuga
berfungsi untuk menumbuh sel-sel tubuh,mengganti sel tubuh yang telah rusak
,sebagai sumber energy dan tenaga ,terutama untuk anak-anak, ibu hamil,ibu yang
sedang menyusui .dalam protein terkandung unsure-unsur kalsium yang sangat baik
bagi pembentukan tulang juga menjaga keseimbangan pertumbuhan. Orang yang kurang protein mudah
sakit, badan lesu pikiran mudah kalut,lekas capek oleh karena itu protein
sangat perlu oleh setiap orang.
Kebutuhan protein bagi manusia salah satunya dapat
dipenuhi dengan mengonsumsi ikan. Ikan serat dengan protein yang tinggi
,mineral,vitamin, juga lemak. Ikan mengandung protein sebesar 18-20% per 100
gram berat tubuhnya. Vitamin juga terkandung dalam ikan antara lain , vitamin A
dan D yang terdapat didalam hati ikan juga Vitamin B1,B2, dan B6. Kadar protein
dan lemak pada ikan akan lebih tinggi pada saat ikan diawet kering. Lemak yang
terkandung dalam ikan adalah lemak tidak jenuh sehingga sangat cocok dikonsumsi
oleh orang yang mengidap penyakit darah tinggi atau orang yang melakukan diet.
Protein merupakan senyawa biokimia yang tersusun dari
satu atau lebih polipeptida dan memilki bentuk globular
atau fibrous. Polipeptida sendiri merupakan suatu polimer dari asam amino yang terbentuk dari ikatan
peptida. Sebagai besar asam amino penyusun protein adalah L-a-asam amino.
Secara tingkatan ,struktur,protein dibagi menjadi empat, yakni primer,skunder,
tersier, dan kuartener.
Protein merupakan polimer asam amino. Ada puluh asam
amino yang berbeda merupakan penyusun protein alami. Protein dibedakan satu
sama lain tipe, jumlah dan susunan asam aminonya. Perbedaan ini menyebabkan
perbedaan struktur molekuler , kandungan nutrisi dan fisokimia. Protein
merupakan konstituen penting dalam makanan ,dimana Protein merupakan sumber
energi sekaligus mengandung asam-asam amino esensial seperti lysine,
tryphtophan, methione, isoleucine dan dan valine (esensial berarti penting dalam
tubuh, namun tidak bisa disintesis didalam tubuh).
Protein juga merupakan komponen utama dalam berbagai
makanan alami,yang menentukan tekstur keseluruhan, misalnya keempukan produk
daging atau ikan ,dan sebagainya.protein terisolasi sering digunakan dalam
makanan sebagai unsur kandungan (ingredient) karena sifat dan fungsi uniknya,
antara lain kemampuannya menghasilkan penampilan tekstur atau
stabilits yang diinginkan. Misalnya, protein digunakan sebagai agen
pembentuk gel(gelling agent), pengemulsi (emulsifier), pembentuk busa foaming
agent) dan pengental (thickener).
Beberapa
protein makanan merupakan enzim yang mampu meningkakan laju reaksi biokimia
tertentu, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan merusak. Di dalam
analisis makanan, mengetahui kadar total, jenis, struktur melekul dan sifat
fungsional dari protein sangat penting
1.2 Penentuan
Kadar Protein Total Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl
dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann Kjeldahl. Makanan
didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan kadarnya
dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian dihitung
dari kadar nitrogen dalam sampel.
Prinsip dasar yang sama
masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan modifikasi untuk mempercepat
proses dan mencapai pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih merupakan
metode standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak
menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk
menghitung kadar protein total dan kadar nitrogen. Faktor konversi 6,25 (setara
dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk banyak jenis makanan, namun angka ini hanya
nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor konversi yang berbeda tergantung
komposisi asam aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari tiga langkah : digesti,
netralisasi dan titrasi.
2.1.1.
Prinsip
a.
Digestion
Sampel makanan yang
akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti dengan pemanasan
dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti makanan),
natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik didih) dan katalis
sepert tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat
reaksi). Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk
nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain menjadi CO2 dan
H2O. Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada dalam
bentuk ion amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat (SO42-) sehingga yang
berada dalam larutan adalah :
N(makanan)
(NH4)2SO4 (1)
b.
Netralisasi
Setelah proses digesti
sempurna, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima (recieving flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam
labu digesti dibasakan dengan penambahan NaOH, yang mengubah amonium sulfat
menjadi gas amonia :
(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2
NH3 + 2 H2O + Na2SO4 (2) Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan
berpindah keluar dari labu digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam
borat berlebih. Rendahnya pH larutan di labu penerima mengubah gas amonia
menjadi ion amonium serta mengubah asam borat menjadi ion borat:
NH3
+ H2BO3 NH4+
+ H2BO3-
(3)
c.
Titrasi
Kandungan nitrogen
diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang terbentuk dengan asam sulfat
atau asam hidroklorida standar, menggunakan indikator yang sesuai untuk
menentukan titik akhir titrasi. H2BO3-
H+ H3BO3
(4)
Kadar ion hidrogen
(dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi setara dengan
kadar nitrogen dalam sampel makanan (persamaan 3). Dr. RH : Analisis Makanan_2.
Analisis Protein 3 Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar
nitrogen dalam mg sampel menggunakan larutan HCl xM untuk titrasi. Dimana vs
dan vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14g adalah berat molekul untuk
nitrogen N. Penetapan blanko biasanya dilakukan pada saat yang sama dengan
sampel untuk memperhitungkan nitrogen residual yang dapat mempengaruhi hasil
analisis. Setelah kadar nitrogen ditentukan, dikonversi menjadi kadar proteind
dengan faktor konversi yang sesuai :
%
Protein = F x %N.
2.1.2.
Keuntungan dan Kerugian
a.
Keuntungan :
• Metode Kjeldahl digunakan secara luas
di seluruh dunia dan masih merupakan metode standar dibanding metode lain.
• Sifatnya yang universal, presisi
tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini banyak digunakan untuk
penetapan kadar protein.
b.
Kerugian :
• Metode ini tidak memberikan pengukuran
protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen dalam makanan bersumber dari
protein.
• Protein yang berbeda memerlukan faktor
koreksi yang berbeda karena susunan residu asam amino yang berbeda.
• Penggunaan asam sulfat pada suhu
tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis.
• Teknik ini membutuhkan waktu lama.
Pengukuran
Kadar Protein Metode SNI
Pereaksi
:
·
Campuran selen,
campuran 2,5 gr serbuk SeO2,100 gram K2SO4 dan 20 gr CuSO4 5 H2O
·
Indikator campuran,
siapkan larutan bromcresol green 0, 1 % dan larutan merah metil 0, 1 % dalam alkohol secara terpisah. Campur
10 ml bromcresol green dengan 2 ml metil.
·
Larutan asam borat H3BO3 2% larutan 10 gr H3BO3
dalam
500 ml air suling. Setelah itu didingin pindahkan kedalam botol bertutup gelas
.campuran 500 ml asam borat dengan 5 ml indikator
·
Larutan asam klorida
,HCL 0,01 N
·
Larutan natrium
hidroksida NaOH 30% larutan 150 gram Natrium HidrOksida kedalam 350 ml air,
simpan dalam botol bertutup karet
Langkah
kerja
1. Timbang
seksama 0,51 gram uplikan,masukan kedalam labu kjeldahl 100 ml
2. Tambahkan
2 gram campran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.
3. Panaskan
diatas pemanas listrik sampai medidih dan larutan menjadi jernih
kehijau-hijauan (sekitar 2 jam)
4. Biarkan
dinin ,kemudian encerkan dan maskan kedalam labu ukuran 100 ml, tepatkan sampat
garis
5. Pipet
5 ml larutan dan masukan kedalam alat penyuling, tambahan 5 ml NaOH 30% dan
beberapa tetes indikator PP
6. Sulingkan
selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan asam
borat 2% yang telah dicampur indikator
7. Titar
dengan larutan HCL 0,01 N
8. Kerja
penampukan blanko Perhitungan
: (V1 – V2 ) X N X 0,014 Xf.k X fp
Kadar
protein = ---------- ------------------------------------
W
W ; Bobot cuplikan
V1: Volume HCL 0,01 N yang dipergunakan penitaran
contoh
V2 : Volume HCL yang dipergunakan penitaran blanko
N : Normalitas HCL
Fk : Faktor konversi untuk protein 6,25
fP : Faktor pengenceran
3.1
Metode Spektroskopi UV-visible
Sejumlah metode telah ditemukan untuk
pengukuran kadar protein berdasarkan spektroskopi UV-visible. Metode ini
berdasarkan kemampuan protein menyerap (atau membaurkan) cahaya di daerah
UV-visible. Atau secara kimiawi atau fisik memodifikasi protein untuk membuatnya
menyerap (atau membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Prinsip dasar di balik
masing-masing uji ini serupa.
Pertama-tama, semua serapan kurva
kalibrasi (atau turbiditas) vs kadar protein disiapkan menggunakan satu seri
larutan protein yang sudah diketahui kadarnya. Serapan (atau turbiditas)
larutan yang dianalisis kemudan diukur pada panjang gelombang yang sama, dan
kadar protein ditentukan dari kurva kalibrasi. Perbedaan utama pengujian ini
adalah gugus fungsi yang berperan untuk absorbsi atau pembiasan radiasi
elektromagnetik, misalnya ikatan peptida, rantai samping aromatis, gugus inti
dan agregat protein. Dr. RH : Analisis Makanan_2. Analisis Protein5
Sejumlah metode UV-visibe untuk
penetapan kadar protein sebagi berikut :
2.3.1.
Prinsip
a.
Pengukuran langsung pada 280nm.
Tryptophan dan tyrosine mengabsorbsi
kuat cahaya uv pada 280 nm. Kandungan tryptophan dan tyrosine berbagai protein
umumnya konstan sehingga serapan larutan protein pada 280 nm dapat digunakan
untuk menentukan kadarnya. Keuntungan metode ini karena sederhana untuk
dilakukan, non-destruktif, dan tidak dibutuhkan reagen khusus.
Kerugian utama : asam
nukleat juga mengabsorbi kuat pada 280 nm dan sehingga mengganggu pengukuran
protein jika ada dalam kadar yang bermakna. Namun demikian, metode ini telah
berkembang untuk mengatasi masalah ini, antara lain : dengan pengukuran serapan
pada dua panjang gelombang yang berbeda.
b.
Metode Biuret
Warna violet akan
terbentuk bila ion cupri (Cu2+) berinteraksi dengan ikatan peptida dalam
suasana basa. Reagen biuret, yang mengandung semua bahan kimia yang diperlukan
untuk analisis sudah tersedia di pasaran. Reagen ini dicampurkan dengan larutan
protein, didiamkan 15-30 menit, kemudian diukur serapannya pada 540 nm.
Keuntungan utama dari
teknik ini adalah tidak adanya gangguan dari senyawa yang menyerap pada panjang
gelombang yang lebih rendah. Teknik ini kurang sensitif terhadap jenis protein
karena absorpsi yang terjadi melibatkan ikatan peptida yang ada di semua
protein, bukan pada gugus samping spesifik.
c.
Metode Lowry
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi
biuret dengan pereaksi lain (Folin-Ciocalteau phenol) yang bereaksi dengan
residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini menghasilkan warna
kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung sensitivitas yang
dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan
untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar di
sekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan
konsentrasi rendah. Metode ini lebih sensitif untuk protein dengan konsentrasi
rendah dibanding metode biuret.
d.
Metode pengikatan pewarna
Pewarna dengan muatan negatif (anionik)
ditambahkan dalam jumlah berlebih pada larutan protein yang pH nya telah
disesuaikan sehingga protein menjadi bermuatan positif (misalnya dibuat di
bawah titik isoelektrik). Protein membentuk kompleks tak larut dengan pewarna
karena interaksi elektrostatik antar molekul, tapi masih tersisa pewarna tak
terikat yang larut. Pewarna anionik berikatan dengan gugus kationik dari residu
asam amino basa (histidine, arganine dan lysine) dan pada gugus asam amino
bebas di ujung. Jumlah pewarna tak terikat Dr. RH : Analisis Makanan_2.
Analisis Protein 6 yang tersisa setelah kompleks protein-pewarna dipisahkan
(misalnya dengan sentrifugasi) ditentukan dengan pengukuran serapan. Jumlah
protein yang ada di larutan awal berhubungan dengan jumlah pewarna yang terikat
:
[Pewarnaterikat] = [Pewarnaawal] -
[Pewarnabebas]
e.
Metode Turbimetri
Molekul protein yang umumnya laruta
dapat dibuat mengendap dengan penambahan senyawa kimia tertentu, seperti asam
trikloroasetat. Pengendapan protein menyebabkan larutan menjadi keruh, sehingga
konsentrasi protein dapat ditentukan dengan mengukur derajat kekeruhan
(turbiditas).
2.3.2. Keuntungan dan kerugian
Keuntungan :
Teknik UV-visible merupakan teknik yang
cepat dan sederhana, serta sensitif terhadap protein dengan konsentrasi rendah.
Kerugian
:
Sebagian besar teknik UV-visible
memerlukan larutan yang encer dan jernih, serta tidak mengandung senyawa
kontaminan yang dapat mengabsorpsi atau memantulkan cahaya pada panjang
gelombang di mana protein akan dianalisis. Karena diperlukan larutan jernih,
maka makanan harus mengalami sejumlah tahap preparasi sampel sebelum
dianalisis, seperti homogenisasi, ekstraksi pelarut, sentrifugasi, filtrasi,
dsb. yang dapat menyita waktu dan tenaga. Selain itu, kadang-kadang sulit untuk
secara kuantitatif mengekstraksi protein darijenis makanan tertentu, terutama
bila makanan tersebut telah mengalami proses dimana protein menjadi agregat
atau terikat secara kovalen dengan senyawa lain. Kelemahan lain adalah, serapan
tergantung pada jenis protein (karena protein yang berbeda mempunyai sekuens/urutan
asam amino yang berbeda pula).
4.1 Tujuan
praktikum
Tujuan dari percobaan ini
adalah:Mengtahui cara uji coba protein ikan mas,Untuk menambah nilai pelajaran
biokimia untuk menguji kandungan protein dalam produk perikanan serta
mempelajari metode – metode pengujiannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kebanyakan protein merupakan enzim
atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau
mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton.
Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali
dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam
transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai
sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut
(heterotrof). Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen
dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur
dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus (Lehninger, 1988).
Protein adalah segolongan besar senyawa
organik yang dijumpai dalam semua makhluk hidup. Protein terdiri dari karbon,
hidrogen, nitrogen, dan kebanyakan juga mengandung sulfur. Bobot molekulnya
berkisar dari 6000 sampai beberapa juta. Molekul protein terdiri dari satu atau
beberapa panjang polipeptida dari asam-asam amino yang terikat dengan urutan
yang khas. Urutan ini dinamakan struktur primer dari protein. Bentuk tiga
dimensi dari polipeptida yang menggulung atau melipat ini dinamakan struktur
tersier. Struktur kuartener muncul dari hubungan struktural beberapa
polipeptida yang terlibat. Jika dipanaskan di atas 50 oC atau
dikenai asam atau basa kuat, protein kehilangan struktur tersiernya yang khas
dan dapat membentuk koagulat yang tak larut (misalnya putih telur). Proses ini
biasanya mentakaktifkan sifat hayatinya (Girindra, 1986).
Albumin merupakan jenis protein
terbanyak di dalam plasma yang mencapai kadar 60 persen. Protein yang larut
dalam air dan mengendap pada pemanasan itu merupakan salah satu konstituen
utama tubuh. Albumin memiliki sejumlah fungsi. Pertama, mengangkut
molekul-molekul kecil melewati plasma dan cairan sel. Fungsi ini erat kaitannya
dengan bahan metabolism-asam lemak bebas dan bilirubuin-dan berbagai macam obat
yang kurang larut dalam air tetapi harus diangkat melalui darah dari satu organ
ke organ lainnya agar dapat dimetabolisme atau diekskresi. Fungsi kedua yakni
memberi tekanan osmotik di dalam kapiler (Suharjo, 1989).
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan
praktikum tentang ”Analisis Kadar Protein Ikan mas (cripineus carpio) pada hari jumat tanggal 22 Maret 2013 sampai, jam 08.00 s/d 16.00 di
Laboratorium Kimia, PPPPTK Pertanian Cianjur, Jawa Barat.
3.2 Alat dan Bahan
Table 3.2.1 Alat dan Bahan3.2 Alat dan Bahan
Alat
dan bahan yang digunakan dalam Praktikum “Analisa Kadar Protein Ikan” yaitu
terdapat pada tabel di bawah ini:
Alat
|
Bahan
|
Pisau
|
Sampel (Ikan mas)
|
Talenan
|
Tissue
|
Timbangan Elektrik
|
Kertas Nimban
|
Tabung destruksi dan Rak (panas)
|
Serbuk Selenium 2 gram
|
Alat Penyuling
|
H2 SO4 (25 ml)
|
Labu Ukur 100 ml
|
Asam Oksalat (25 ml)
|
Botol Omega
|
Cairan Indikator tosiro BCG + MM (1
ml)
|
Labu Kjeldahl
|
Aquadest
|
Buret
|
PP 1%
|
Kaca Arloji
|
Asam Borat (10 ml)
|
Sendok Spatulo
|
Fenoktalin (3 tetes)
|
Bola Pipet
|
HCl 0,01 N
|
Alu Kaca
|
NaOH 30%
|
Corong
|
|
Batang Pengaduk
|
|
Erlenmeyer 250 ml
|
|
3.1
Langkah kerja
1. Timbang
seksama 0,51 gram uplikan,masukan kedalam labu kjeldahl 100 ml
2. Tambahkan
2 gram campran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.
3. Panaskan
diatas pemanas listrik sampai medidih dan larutan menjadi jernih
kehijau-hijauan (sekitar 2 jam)
4. Biarkan
dinin ,kemudian encerkan dan maskan kedalam labu ukuran 100 ml, tepatkan sampat
garis
5. Pipet
5 ml larutan dan masukan kedalam alat penyuling, tambahan 5 ml NaOH 30% dan
beberapa tetes indikator PP
6. Sulingkan
selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan asam
borat 2% yang telah dicampur indikator
7. Titar
dengan larutan HCL 0,01 N
8. Kerja
penampukan blanko Perhitungan
: (V1 – V2 ) X N X 0,014 Xf.k X fp
Kadar
protein = ---------- ------------------------------------
W
W
: Bobot
cuplikan
V1 : Volume HCL 0,01 N yang dipergunakan
penitaran contoh
V2 : Volume HCL yang dipergunakan
penitaran blanko
N : Normalitas HCL
Fk : Faktor konversi untuk protein 6,25
fP : Faktor pengenceran
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
HASIL
1.
Standarisasi
NaOH 0,1 n dengan asam oksalat
Tabel 1. Standarisasi NaOH 0,1 N dengan Asam Oksalat
Kelompok
|
No
|
W. as
oks (g)
|
Æ” NaOH
(ml)
|
N NaOH
|
N
rata-rata
|
Lele
|
1
|
0,1092
|
17,05
|
0,1016
|
|
Nila
|
2
|
0,1140
|
17,95
|
0,1008
|
0,1009
|
Mas
|
3
|
0,1042
|
15,75
|
0,1051
|
0,1009
|
Patin
|
4
|
0,1210
|
19,00
|
0,1010
|
|
Dik: BM oks =
126
Jwb :
M = rgam (oks) x 1000
BM ml
= 0,1042 X 1000
126 15,75
M = 0,5250667
N = 2 X M
=2 x 0,5250
= 0 ,1050
2.
HCL
0,01 N dengan Na OH 0,1016 N
Tabel 2. Standarisasi
HCL 0,01 N dengan NaOH 0,1010 N
Kelompok
|
V. Hcl (ml)
|
V NaOH
|
N NaOH
|
N. Hcl
|
Lele
|
25,0
|
2,60
|
|
0,0105
|
Nila
|
25,0
|
2,50
|
0,1009
|
0,0101
|
Mas
|
25,0
|
2,50
|
0,1009
|
0,0101
|
patin
|
25,0
|
2,70
|
|
0.0108
|
Dik
: N HCL?
V1
N1 = V2 N2
(HCL
) = (NaOh)
25
X N1 = 2,50 X 0,1009
=0,0101
N
HCL =0,0101
3.
Penentuan
Kadar Protein
Dik
: N Hcl = 0,0101
Fp = 20 ® Faktor Pengencer
FK = 6,25 ® Faktor Konversi Penentuan Kadar Protein
Kelompok
|
W. Sampel (g)
|
Volume V1 Blanko
|
Hcl Sampel V2
|
% N
|
lele
|
0,5162
|
0,30
|
6,4
|
20,88
|
nila
|
0,5184
|
0,30
|
6,25
|
20,26
|
mas
|
0,5182
|
0,30
|
2,2
|
6,48
|
pati
|
0,5190
|
0,30
|
4,15
|
13,11
|
Kadar protein
(V1 – V2) X N HCL
X 0,014 X Fk X FP
W
= 2,2
- 0,30 X 0,0101
X 0,014 X 6,25 X 20
0,5182
= 1,9 X 0,0101 X
0,014 x 6,25 X 20
0,5182
= 0,0648 X 100
= 6,48
4.2
Pembahasan
..
Semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari
300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik
dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak
terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa
purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina
ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara
ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar
protein dalam bahan makanan. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya
dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses Digesti , proses destilasi dan tahap titrasi.
1.
Tahap
pertama
Metode Kjeldahl merupakan
metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein
dan senyawa yang mengandung nitrogen Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator
yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan
dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke
dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Metode ini telah banyak
mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semi mikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan
waktu analisa yang panjang.
Cara
mengambil sampel ikan mas untuk diuji lebih baik ikan di pilet dalam satu ekor
ikan digiling semua antara satu ikan tersebut.setelah itu sampel ikan diambil
seperlunya saja,karena antara ikan tersebut mewakili seluruh tubuh ikan yang
diujikan,karena protein dalam tubuh ikan terdapat merata.
Setelah
sampel ikan diambil,selanjutnya ditimbang 0,51 gram, ditambah serbuk selen,dan
25 ml H2SO4 dan
dipanaskan ketempat pemanas didalam ruangan asam,selama lebih kurang 2 jam atau
sampel terbentuk cairan bening hijau pekat atau tidak terbentuk menual
lagi.setelah itu sambil menunggu sampel 2 jam dilanjut tahap digestitrasi
2.
Tahap standarisasi
NaOH 0,1 n dengan asam oksalat
Pada tahapan ini sampel
dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi
unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan
H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4.
Untuk mempercepat proses destruksi atau digesti sering ditambahkan katalisator
berupa campuran Na2SO4dan HgO (20:1). Gunning
menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4.
Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi
sehingga digesti berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi,
kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses
oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan
perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya. Digesti
mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk nitrat atau nitrit )
menjadi amonia, sedangkan unsur asam organik lain menjadi CO2 dan H2O.
Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan sulfat (SO42-) sehingga
yang berada dalam larutan adalah : N (makanan) ® (NH4)2
SO4 (1)
3.
Tahap
Standarisasi HCL
0,01 N dengan NaOH 0,1010 N)
Pada tahap netralisasi, ammonium
sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai
alkalis dan dipanaskan untuk mengubah anonium sulfat menjadi gas amonia : (NH4)2
SO4 + 2 NaOH ® NH3+
+ 2 H2O + Na2SO4 (2) .Agar supaya selama netralisasi
tidak terjadi superheating atau timbulnya gelembung gas yang besar maka
dapat ditambahkan logam zink (Zn).
Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida
atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. pH yang menurun dalam larutan di
labu penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah asam borat
menjadi ion borat : NH3 + H3BO3 ® NH4 + H2BO3- .(3) Agar supaya kontak antara asam
dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam
mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi
indikator misalnya BCG + MR atau PP.
4.
Tahap penentuan
kadar protein
Setelah dua jam sampel sudah menjadi bening
pekat,sampel panas sebesar suhu 400 derajad celsius,didinginkan secara tubung
direndam didalam air sampai dingin.Apabila penampung destilat
digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia
dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat
perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama lebih
kurang 30 detik bila menggunakan indika PP.
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam
borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan
asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan
mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini
tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah kita
lakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Fungsi utama protein dalam tubuh
adalah sebagai zat pembentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang tubuh yang
rusak dan suplai nutrisi yang dibutuhkan tubuh.
2. Metode yang digunakan untuk
mengukur kadar protein adalah metode kjeldahl.
3. metode mikro-kjeldahl pada
dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses
destilasi, dan tahap titrasi.
4. Destruksi yaitu proses oksidasi senyawa organik untuk
memisahkan unsur N nya.
5 Denaturasi
dapat terjadi karena pemanasan dan penambahan asam atau basa
5.2 Saran
Pada praktikum ini saya harapkan kepada
rekan-rekan Mahasiswa agar di saat Praktikum berikutnya,dapat mengikuti dengan
sungguh-sungguh sehingga Mahasiswa dapat
memahami dan mengetahui materi yang dipraktekan. Sehinnga menjadi bekal bagi
masa depan para Mahasiswa.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil
dari laporan yaitu
v Uji Xanthoprotein bertujuan untuk
mengetahui adanya cara mengerjakan uji pretein ikan
v Protein banyak terdapat pada ikan
mas
v Denaturasi dapat terjadi karena
pemanasan dan penambahan asam atau basa
5.2 Saran
Semoga pada praktikum kedepannya, setiap
kelompok tidak terlalu ramai karena kerjanya agak susah. Sehingga semua
praktikan bisa melakukan praktukim. Sehingga praktikum dapat berjalan efektif
dan efisien