Assalamulaikum warohmatulahi wabarokatuh

Daun

close

Minggu, 01 Maret 2015

Laporan Analisa Kadar Protein Ikan mas

LAPORAN
ANALISA KADAR PROTEIN IKAN MAS
ELFIAN PERMANA
Image result for analisa protein



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

                  Setiap Manusia hidup memerlu protein hewani dan nabati kurang lebih 1 gram per kg berat badan.protein sangat dibutuhkan oleh manusia karena berguna bagi pertumbuhan tubuh juuga berfungsi untuk menumbuh sel-sel tubuh,mengganti sel tubuh yang telah rusak ,sebagai sumber energy dan tenaga ,terutama untuk anak-anak, ibu hamil,ibu yang sedang menyusui .dalam protein terkandung unsure-unsur kalsium yang sangat baik bagi pembentukan tulang juga menjaga keseimbangan  pertumbuhan. Orang yang kurang protein mudah sakit, badan lesu pikiran mudah kalut,lekas capek oleh karena itu protein sangat perlu oleh setiap orang.
Kebutuhan protein bagi manusia salah satunya dapat dipenuhi dengan mengonsumsi ikan. Ikan serat dengan protein yang tinggi ,mineral,vitamin, juga lemak. Ikan mengandung protein sebesar 18-20% per 100 gram berat tubuhnya. Vitamin juga terkandung dalam ikan antara lain , vitamin A dan D yang terdapat didalam hati ikan juga Vitamin B1,B2, dan B6. Kadar protein dan lemak pada ikan akan lebih tinggi pada saat ikan diawet kering. Lemak yang terkandung dalam ikan adalah lemak tidak jenuh sehingga sangat cocok dikonsumsi oleh orang yang mengidap penyakit darah tinggi atau orang yang melakukan diet.
Protein merupakan senyawa biokimia yang tersusun dari satu atau lebih polipeptida dan memilki bentuk globular  atau fibrous. Polipeptida sendiri merupakan suatu polimer  dari asam amino yang terbentuk dari ikatan peptida. Sebagai besar asam amino penyusun protein adalah L-a-asam amino. Secara tingkatan ,struktur,protein dibagi menjadi empat, yakni primer,skunder, tersier, dan kuartener.
Protein merupakan polimer asam amino. Ada puluh asam amino yang berbeda merupakan penyusun protein alami. Protein dibedakan satu sama lain tipe, jumlah dan susunan asam aminonya. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan struktur molekuler , kandungan nutrisi dan fisokimia. Protein merupakan konstituen penting dalam makanan ,dimana Protein merupakan sumber energi sekaligus mengandung asam-asam amino esensial seperti lysine, tryphtophan, methione, isoleucine dan dan valine (esensial berarti penting dalam tubuh, namun tidak bisa disintesis didalam tubuh).
Protein juga merupakan komponen utama dalam berbagai makanan alami,yang menentukan tekstur keseluruhan, misalnya keempukan produk daging atau ikan ,dan sebagainya.protein terisolasi sering digunakan dalam makanan sebagai unsur kandungan (ingredient) karena sifat dan fungsi uniknya, antara lain kemampuannya menghasilkan penampilan  tekstur atau  stabilits yang diinginkan. Misalnya, protein digunakan sebagai agen pembentuk gel(gelling agent), pengemulsi (emulsifier), pembentuk busa foaming agent) dan pengental (thickener).
Beberapa protein makanan merupakan enzim yang mampu meningkakan laju reaksi biokimia tertentu, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan merusak. Di dalam analisis makanan, mengetahui kadar total, jenis, struktur melekul dan sifat fungsional dari protein sangat penting

1.2 Penentuan Kadar Protein Total Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann Kjeldahl. Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel.
Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan modifikasi untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih merupakan metode standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung kadar protein total dan kadar nitrogen. Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk  banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor konversi yang berbeda tergantung komposisi asam aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari tiga langkah : digesti, netralisasi dan titrasi.



2.1.1. Prinsip
a. Digestion
Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik didih) dan katalis sepert tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat reaksi). Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada dalam bentuk ion amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat (SO42-) sehingga yang berada dalam larutan adalah :
 N(makanan)               (NH4)2SO4 (1)
b. Netralisasi
Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima (recieving  flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu digesti dibasakan dengan penambahan NaOH, yang mengubah amonium sulfat menjadi gas amonia : 
(NH4)2SO4 + 2 NaOH          2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4 (2) Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH larutan di labu penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah asam borat menjadi ion borat:
 NH3 + H2BO3            NH4+ + H2BO3- (3)
c. Titrasi
Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang terbentuk dengan asam sulfat atau asam hidroklorida standar, menggunakan indikator yang sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi.  H2BO3-       H+  H3BO3 (4)

Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi setara dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan (persamaan 3). Dr. RH : Analisis Makanan_2. Analisis Protein 3 Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrogen dalam mg sampel menggunakan larutan HCl xM untuk titrasi. Dimana vs dan vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14g adalah berat molekul untuk nitrogen N. Penetapan blanko biasanya dilakukan pada saat yang sama dengan sampel untuk memperhitungkan nitrogen residual yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Setelah kadar nitrogen ditentukan, dikonversi menjadi kadar proteind dengan faktor konversi yang sesuai :
 % Protein = F x %N.
2.1.2. Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan :
• Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan metode standar dibanding metode lain.  
• Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.
b. Kerugian :
• Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.
• Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu asam amino yang berbeda.
• Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis.
• Teknik ini membutuhkan waktu lama.



Pengukuran Kadar Protein Metode SNI
Pereaksi :
·         Campuran selen, campuran 2,5 gr serbuk SeO2,100 gram K2SO4 dan 20 gr CuSO4 5 H2O
·         Indikator campuran, siapkan larutan bromcresol green 0, 1 % dan larutan merah metil  0, 1 % dalam alkohol secara terpisah. Campur 10 ml bromcresol green dengan 2 ml metil.
·         Larutan asam borat H3BO3  2% larutan 10 gr H3BO3 dalam 500 ml air suling. Setelah itu didingin pindahkan kedalam botol bertutup gelas .campuran 500 ml asam borat dengan 5 ml indikator
·         Larutan asam klorida ,HCL 0,01 N
·         Larutan natrium hidroksida NaOH 30% larutan 150 gram Natrium HidrOksida kedalam 350 ml air, simpan dalam botol bertutup karet

Langkah kerja
1.      Timbang seksama 0,51 gram uplikan,masukan kedalam labu kjeldahl 100 ml
2.      Tambahkan 2 gram campran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.
3.      Panaskan diatas pemanas listrik sampai medidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam)
4.      Biarkan dinin ,kemudian encerkan dan maskan kedalam labu ukuran 100 ml, tepatkan sampat garis
5.      Pipet 5 ml larutan dan masukan kedalam alat penyuling, tambahan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP
6.      Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator
7.      Titar dengan larutan HCL 0,01 N
8.      Kerja penampukan blanko                                                                                          Perhitungan :                (V1 – V2 ) X N X 0,014 Xf.k X fp
Kadar protein                  = ---------- ------------------------------------
                                                                              W
W ; Bobot cuplikan
V1: Volume HCL 0,01 N yang dipergunakan penitaran contoh
V2 : Volume HCL yang dipergunakan penitaran blanko
N : Normalitas HCL
Fk : Faktor konversi untuk protein 6,25
fP : Faktor pengenceran

3.1  Metode Spektroskopi UV-visible
Sejumlah metode telah ditemukan untuk pengukuran kadar protein berdasarkan spektroskopi UV-visible. Metode ini berdasarkan kemampuan protein menyerap (atau membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Atau secara kimiawi atau fisik memodifikasi protein untuk membuatnya menyerap (atau membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Prinsip dasar di balik masing-masing uji ini serupa.
Pertama-tama, semua serapan kurva kalibrasi (atau turbiditas) vs kadar protein disiapkan menggunakan satu seri larutan protein yang sudah diketahui kadarnya. Serapan (atau turbiditas) larutan yang dianalisis kemudan diukur pada panjang gelombang yang sama, dan kadar protein ditentukan dari kurva kalibrasi. Perbedaan utama pengujian ini adalah gugus fungsi yang berperan untuk absorbsi atau pembiasan radiasi elektromagnetik, misalnya ikatan peptida, rantai samping aromatis, gugus inti dan agregat protein. Dr. RH : Analisis Makanan_2. Analisis Protein5
Sejumlah metode UV-visibe untuk penetapan kadar protein sebagi berikut :
2.3.1. Prinsip
a. Pengukuran langsung pada 280nm.
Tryptophan dan tyrosine mengabsorbsi kuat cahaya uv pada 280 nm. Kandungan tryptophan dan tyrosine berbagai protein umumnya konstan sehingga serapan larutan protein pada 280 nm dapat digunakan untuk menentukan kadarnya. Keuntungan metode ini karena sederhana untuk dilakukan, non-destruktif, dan tidak dibutuhkan reagen khusus.
Kerugian utama : asam nukleat juga mengabsorbi kuat pada 280 nm dan sehingga mengganggu pengukuran protein jika ada dalam kadar yang bermakna. Namun demikian, metode ini telah berkembang untuk mengatasi masalah ini, antara lain : dengan pengukuran serapan pada dua panjang gelombang yang berbeda.
b. Metode Biuret
Warna violet akan terbentuk bila ion cupri (Cu2+) berinteraksi dengan ikatan peptida dalam suasana basa. Reagen biuret, yang mengandung semua bahan kimia yang diperlukan untuk analisis sudah tersedia di pasaran. Reagen ini dicampurkan dengan larutan protein, didiamkan 15-30 menit, kemudian diukur serapannya pada 540 nm.
Keuntungan utama dari teknik ini adalah tidak adanya gangguan dari senyawa yang menyerap pada panjang gelombang yang lebih rendah. Teknik ini kurang sensitif terhadap jenis protein karena absorpsi yang terjadi melibatkan ikatan peptida yang ada di semua protein, bukan pada gugus samping spesifik.
c. Metode Lowry
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-Ciocalteau phenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar di sekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode ini lebih sensitif untuk protein dengan konsentrasi rendah dibanding metode biuret.
d. Metode pengikatan pewarna
Pewarna dengan muatan negatif (anionik) ditambahkan dalam jumlah berlebih pada larutan protein yang pH nya telah disesuaikan sehingga protein menjadi bermuatan positif (misalnya dibuat di bawah titik isoelektrik). Protein membentuk kompleks tak larut dengan pewarna karena interaksi elektrostatik antar molekul, tapi masih tersisa pewarna tak terikat yang larut. Pewarna anionik berikatan dengan gugus kationik dari residu asam amino basa (histidine, arganine dan lysine) dan pada gugus asam amino bebas di ujung. Jumlah pewarna tak terikat Dr. RH : Analisis Makanan_2. Analisis Protein 6 yang tersisa setelah kompleks protein-pewarna dipisahkan (misalnya dengan sentrifugasi) ditentukan dengan pengukuran serapan. Jumlah protein yang ada di larutan awal berhubungan dengan jumlah pewarna yang terikat :
 [Pewarnaterikat] = [Pewarnaawal] - [Pewarnabebas]
e. Metode Turbimetri
Molekul protein yang umumnya laruta dapat dibuat mengendap dengan penambahan senyawa kimia tertentu, seperti asam trikloroasetat. Pengendapan protein menyebabkan larutan menjadi keruh, sehingga konsentrasi protein dapat ditentukan dengan mengukur derajat kekeruhan (turbiditas).
2.3.2. Keuntungan dan kerugian
Keuntungan :
Teknik UV-visible merupakan teknik yang cepat dan sederhana, serta sensitif terhadap protein dengan konsentrasi rendah.


Kerugian :
Sebagian besar teknik UV-visible memerlukan larutan yang encer dan jernih, serta tidak mengandung senyawa kontaminan yang dapat mengabsorpsi atau memantulkan cahaya pada panjang gelombang di mana protein akan dianalisis. Karena diperlukan larutan jernih, maka makanan harus mengalami sejumlah tahap preparasi sampel sebelum dianalisis, seperti homogenisasi, ekstraksi pelarut, sentrifugasi, filtrasi, dsb. yang dapat menyita waktu dan tenaga. Selain itu, kadang-kadang sulit untuk secara kuantitatif mengekstraksi protein darijenis makanan tertentu, terutama bila makanan tersebut telah mengalami proses dimana protein menjadi agregat atau terikat secara kovalen dengan senyawa lain. Kelemahan lain adalah, serapan tergantung pada jenis protein (karena protein yang berbeda mempunyai sekuens/urutan asam amino yang berbeda pula).
4.1  Tujuan praktikum
Tujuan dari percobaan ini adalah:Mengtahui cara uji coba protein ikan mas,Untuk menambah nilai pelajaran biokimia untuk menguji kandungan protein dalam produk perikanan serta mempelajari metode – metode pengujiannya.
























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof). Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus (Lehninger, 1988).
Protein adalah segolongan besar senyawa organik yang dijumpai dalam semua makhluk hidup. Protein terdiri dari karbon, hidrogen, nitrogen, dan kebanyakan juga mengandung sulfur. Bobot molekulnya berkisar dari 6000 sampai beberapa juta. Molekul protein terdiri dari satu atau beberapa panjang polipeptida dari asam-asam amino yang terikat dengan urutan yang khas. Urutan ini dinamakan struktur primer dari protein. Bentuk tiga dimensi dari polipeptida yang menggulung atau melipat ini dinamakan struktur tersier. Struktur kuartener muncul dari hubungan struktural beberapa polipeptida yang terlibat. Jika dipanaskan di atas 50 oC atau dikenai asam atau basa kuat, protein kehilangan struktur tersiernya yang khas dan dapat membentuk koagulat yang tak larut (misalnya putih telur). Proses ini biasanya mentakaktifkan sifat hayatinya (Girindra, 1986).

Albumin merupakan jenis protein terbanyak di dalam plasma yang mencapai kadar 60 persen. Protein yang larut dalam air dan mengendap pada pemanasan itu merupakan salah satu konstituen utama tubuh. Albumin memiliki sejumlah fungsi. Pertama, mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma dan cairan sel. Fungsi ini erat kaitannya dengan bahan metabolism-asam lemak bebas dan bilirubuin-dan berbagai macam obat yang kurang larut dalam air tetapi harus diangkat melalui darah dari satu organ ke organ lainnya agar dapat dimetabolisme atau diekskresi. Fungsi kedua yakni memberi tekanan osmotik di dalam kapiler (Suharjo, 1989).

BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
3.1  Waktu dan Tempat
    
Pelaksanaan praktikum tentang ”Analisis Kadar Protein Ikan mas (cripineus carpio)  pada hari jumat tanggal 22 Maret  2013 sampai, jam 08.00 s/d 16.00 di Laboratorium Kimia, PPPPTK Pertanian Cianjur, Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan
               Table 3.2.1 Alat dan Bahan3.2  Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam Praktikum “Analisa Kadar Protein Ikan” yaitu terdapat pada tabel di bawah ini:
Alat
Bahan
Pisau
Sampel (Ikan mas)
Talenan
Tissue
Timbangan Elektrik
Kertas Nimban
Tabung destruksi dan Rak (panas)
Serbuk Selenium 2 gram
Alat Penyuling
H2 SO (25 ml)
Labu Ukur 100 ml 
Asam Oksalat (25 ml)
Botol Omega
Cairan Indikator tosiro BCG + MM (1 ml)
Labu Kjeldahl
Aquadest
Buret
PP 1%
Kaca Arloji
Asam Borat (10 ml)
Sendok Spatulo
Fenoktalin (3 tetes)
Bola Pipet
HCl 0,01 N
Alu Kaca
NaOH 30%
Corong

Batang Pengaduk

Erlenmeyer 250 ml

3.1 Langkah kerja

1.      Timbang seksama 0,51 gram uplikan,masukan kedalam labu kjeldahl 100 ml
2.      Tambahkan 2 gram campran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.
3.      Panaskan diatas pemanas listrik sampai medidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam)
4.      Biarkan dinin ,kemudian encerkan dan maskan kedalam labu ukuran 100 ml, tepatkan sampat garis
5.      Pipet 5 ml larutan dan masukan kedalam alat penyuling, tambahan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP
6.      Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator
7.      Titar dengan larutan HCL 0,01 N
8.      Kerja penampukan blanko                                                                                          Perhitungan :                (V1 – V2 ) X N X 0,014 Xf.k X fp
Kadar protein                  = ---------- ------------------------------------
                                                                              W


W   :          Bobot cuplikan
V1  :           Volume HCL 0,01 N yang dipergunakan penitaran contoh
V2  :           Volume HCL yang dipergunakan penitaran blanko
N    :           Normalitas HCL
Fk   :           Faktor konversi untuk protein 6,25
fP   :          Faktor pengenceran


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
HASIL

1.      Standarisasi NaOH 0,1 n dengan asam oksalat
Tabel 1. Standarisasi NaOH 0,1 N dengan Asam Oksalat
Kelompok
No
W. as oks (g)
Æ” NaOH (ml)
N NaOH
N rata-rata
Lele
1
0,1092
17,05
0,1016

Nila
2
0,1140
17,95
0,1008
0,1009
Mas
3
0,1042
15,75
0,1051
0,1009
Patin
4
0,1210
19,00
0,1010


Dik: BM oks = 126
Jwb :
             M = rgam (oks) x 1000
                        BM      ml
                 = 0,1042   X  1000
                    126          15,75
 M = 0,5250667
 N = 2 X M
    =2 x 0,5250
    = 0 ,1050


2.      HCL 0,01 N dengan Na OH 0,1016 N
Tabel 2. Standarisasi HCL 0,01 N dengan NaOH 0,1010 N
Kelompok
V. Hcl (ml)
V NaOH
N NaOH
N. Hcl
Lele
25,0
2,60

0,0105
Nila
25,0
2,50
0,1009
0,0101
Mas
25,0
2,50
0,1009
0,0101
patin
25,0
2,70

0.0108

Dik : N HCL?
V1 N1             = V2 N2
(HCL )                        = (NaOh)
25 X N1          = 2,50 X 0,1009
                        =0,0101
N HCL            =0,0101


3.      Penentuan Kadar Protein
Dik : N Hcl = 0,0101
             Fp   = 20  ® Faktor Pengencer
             FK   = 6,25 ® Faktor Konversi Penentuan Kadar Protein

Kelompok
W. Sampel (g)
Volume V1 Blanko
Hcl Sampel V2
%  N
lele
0,5162
0,30
6,4
20,88
nila
0,5184
0,30
6,25
20,26
mas
0,5182
0,30
2,2
6,48
pati
0,5190
0,30
4,15
13,11


Kadar protein
 (V1 – V2)       X         N HCL                        X        0,014              X         Fk        X         FP
                                                                        W

=          2,2 - 0,30         X         0,0101                        X        0,014   X         6,25     X         20
                                                                        0,5182

=          1,9                   X        0,0101                         X         0,014   x          6,25     X         20
                                                                        0,5182
           
=          0,0648             X         100

=          6,48
4.2 Pembahasan
..
Semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses Digesti , proses destilasi dan tahap titrasi.
1.      Tahap pertama
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semi mikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang panjang.
Cara mengambil sampel ikan mas untuk diuji lebih baik ikan di pilet dalam satu ekor ikan digiling semua antara satu ikan tersebut.setelah itu sampel ikan diambil seperlunya saja,karena antara ikan tersebut mewakili seluruh tubuh ikan yang diujikan,karena protein dalam tubuh ikan terdapat merata.
Setelah sampel ikan diambil,selanjutnya ditimbang 0,51 gram, ditambah serbuk selen,dan 25 ml H2SO4 dan dipanaskan ketempat pemanas didalam ruangan asam,selama lebih kurang 2 jam atau sampel terbentuk cairan bening hijau pekat atau tidak terbentuk menual lagi.setelah itu sambil menunggu sampel 2 jam dilanjut tahap digestitrasi

2.      Tahap standarisasi NaOH 0,1 n dengan asam oksalat

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi atau digesti sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga digesti berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya. Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk nitrat atau nitrit ) menjadi amonia, sedangkan unsur asam organik lain menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan sulfat (SO42-) sehingga yang berada dalam larutan adalah : N (makanan) ® (NH4)2 SO4 (1)

3.      Tahap Standarisasi HCL 0,01 N dengan NaOH 0,1010 N)
Pada tahap netralisasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan untuk mengubah anonium sulfat menjadi gas amonia : (NH4)2 SO4 + 2 NaOH ® NH3+ + 2 H2O + Na2SO4  (2) .Agar supaya selama netralisasi tidak terjadi superheating atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn).
Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. pH yang menurun dalam larutan di labu penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah asam borat menjadi ion borat : NH3 + H3BO3 ® NH4  + H2BO3- .(3)  Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.

4.      Tahap penentuan kadar protein

Setelah dua jam sampel sudah menjadi bening pekat,sampel panas sebesar suhu 400 derajad celsius,didinginkan secara tubung direndam didalam air sampai dingin.Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama lebih kurang 30 detik bila menggunakan indika PP.
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.

BAB V
PENUTUP

5.1  Kesimpulan 
Dari hasil praktikum yang telah kita lakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Fungsi utama protein dalam tubuh adalah sebagai zat pembentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang tubuh yang rusak dan suplai nutrisi yang dibutuhkan tubuh.
2. Metode yang digunakan untuk mengukur kadar protein adalah metode kjeldahl.
3. metode mikro-kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.
4. Destruksi yaitu proses oksidasi senyawa organik untuk memisahkan unsur N       nya.
5  Denaturasi dapat terjadi karena pemanasan dan penambahan asam atau basa



5.2  Saran
                       
Pada praktikum ini saya harapkan kepada rekan-rekan Mahasiswa agar di saat Praktikum berikutnya,dapat mengikuti dengan sungguh-sungguh sehingga  Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui materi yang dipraktekan. Sehinnga menjadi bekal bagi masa depan para Mahasiswa.







BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari laporan yaitu
v  Uji Xanthoprotein bertujuan untuk mengetahui adanya cara mengerjakan uji pretein ikan
v  Protein banyak terdapat pada ikan mas
v  Denaturasi dapat terjadi karena pemanasan dan penambahan asam atau basa

5.2 Saran

Semoga pada praktikum kedepannya, setiap kelompok tidak terlalu ramai karena kerjanya agak susah. Sehingga semua praktikan bisa melakukan praktukim. Sehingga praktikum dapat berjalan efektif dan efisien
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar